
PROFIL DESA CIPASUNG

SERBA-SERBI
Profil Desa Cipasung
©Tim KKN-PPM UGM Tahun 2023

Gambaran Umum
Desa Cipasung merupakan sebuah desa yang terletak di bagian barat daya Kecamatan Lemahsugih. Berjarak sekitar 45km dari ibu kota Kabupaten Majalengka dan sekitar 115km dari ibu kota Provinsi Jawa Barat. Desa Cipasung berada pada posisi antara 108 ̊08’15’’ BT-108 ̊11’00’’ BT dan 7 ̊2’30’’ LS-7 ̊4’00’’ LS. Desa Cipasung berbatasan dengan Desa Borogojol di Utara, Desa Bangbayang di Timur, Kabupaten Tasikmalaya dan Kabupaten Ciamis di Selatan dan Kabupaten Garut di sebelah Barat.Desa Cipasung memiliki 3 dusun, diantaranya yaitu Dusun Cipasung, Dusun Nyangkokot, dan Dusun Wiranyana. Dusun Cipasung memiliki jumlah RT sebanyak 8 dan RW sebanyak 2. Dusun Nyangkokot memiliki jumlah RT sebanyak 3 dan RW sebanyak 1. Dusun Wiranyana memiliki jumlah RT sebanyak 65 dan RW sebanyak 1. Sehingga total RT keseluruhan sebanyak 16 dan RW sebanyak 4. Kegiatan sosial pada masyarakat di setiap dusun secara keseluruhan banyak melakukan kegiatan diantaranya seperti karang taruna, PKK, posyandu, kelompok tani, serta kelompok wanita tani. Kegiatan yang dilakukan diperlukan sarana dan prasarana untuk menunjang aktivitas masyarakat, sarana dan prasarana tersebut diantaranya seperti sekolah, masjid, lapangan, dan lain-lain.

Kegiatan Sosial
Desa Cipasung memiliki beberapa macam kegiatan sosial yang melibatkan partisipasi dan interaksi antarwarga untuk memperkuat hubungan sosial dan memajukan masyarakat. Berikut adalah beberapa contoh kegiatan sosial yang biasanya ada di desa:1. Gotong Royong
Gotong royong adalah kegiatan kerjasama bersama warga desa untuk melakukan pekerjaan bersama seperti membersihkan lingkungan, memperbaiki infrastruktur desa, atau membantu warga yang membutuhkan. Contoh kegiatan gotong royong yang ada adalah kegiatan membersihkan Situ Cikencong dalam rangka mempersiapkan untuk acara Buku Tahun Desa Cipasung.2. Posyandu
Posyandu adalah kegiatan rutin yang dilakukan di desa untuk memantau pertumbuhan dan kesehatan balita serta ibu hamil. Ini membantu meningkatkan kesadaran masyarakat tentang kesehatan dan memberikan pelayanan kesehatan dasar.3. Pertemuan Rukun Tetangga (RT) atau Rukun Warga (RW)
Pertemuan rutin di tingkat RT atau RW membahas berbagai isu yang berkaitan dengan kehidupan desa, memecahkan masalah, dan menyampaikan informasi penting.4. Olahraga
Berbagai kegiatan olahraga seperti sepak bola, voli, hingga senam bagi ibu-ibu.5. Kelompok Tani
Kelompok tani berperan penting dalam mengkoordinasikan kegiatan pertanian dan berbagi pengetahuan serta sumber daya untuk meningkatkan hasil pertanian.6. Kelompok Wanita Tani (KWT)
KWT adalah organisasi yang menghimpun wanita-wanita desa yang bergerak dalam bidang pertanian dan memperkuat peran perempuan dalam pembangunan desa.

Pertanian
Sektor pertanian di Desa Cipasung merupakan salah satu sektor utama kegiatan atau mata pencaharian masyarakat setempat. Kondisi geografis dan iklim di daerah ini umumnya cocok untuk pertanian, sehingga menjadikannya sebagai daerah potensial untuk mengembangkan sektor pertanian. Keadaan wilayah Desa Cipasung yang mendukung kegiatan pertanian dengan mayoritas komoditas unggulan di Desa Cipasung berupa labu siam. Selain dari labu siam komoditas pertanian lain berupa hortikultura seperti cabai, bawang, dang tomat juga banyak dikembangkan oleh para petani.Para petani membentuk kelompok tani di Desa Cipasung untuk meningkatkan kesejahteraan petani dan anggotanya, mengembangkan sektor pertanian secara berkelanjutan, dan menemukan solusi dari suatu permasalahan di bidang pertanian. Kelompok tani yang berada di Desa Cipasung terbagi menjadi beberapa kelompok di setiap blok, diantaranya yaitu Culamega, Pajagan, Wiranyana, Cipasung, Pangkalan, Cikencong, Situ Gedang, Wirabuana, Sri Kandi, dan Cakra Jaya. Kegiatan para petani yang dilakukan dalam suatu kelompok seperti adanya pembuatan greenhouse, persemaian tanaman, rapat bersama, sosialisasi bersama petugas penyuuh lapangan (PPL) pertanian setempat, dan lain sebagainya.

Pariwisata
Desa Cipasung sendiri memiliki potensi wisata yang cukup besar seperti agrowisata. Dengan kondisi geografis Desa Cipasung yang terletak di daerah pegunungan menjadikannya nilai tambah tersendiri. Situ Cikencong dan Kebun Teh Culamega merupakan destinasi unggulan di Desa Cipasung. Selain dari kedua potensi tersebut, Desa Cipasung juga memiliki potensi wisata dari sektor kebudayaan. Terdapat tradisi Ngalaksa yang merupakan sebuah acara adat yang ada di Desa Cipasung.Meskipun potensi pariwisata di Desa Cipasung cukup besar, namun potensinya saat ini masih belum banyak digarap. Perlu adanya pengembangan wisata lebih lanjut dimulai dengan pembentukan Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis). Dengan adanya Pokdarwis, diharapkan pengembangan pariwisata yang ada di Desa Cipasung dapat berjalan dengan lebih terarah. Selanjutnya, perlu adanya kerjasama dengan bebagai stakeholder seperti pemodal, pengelola, dan pemerintah sebagai regulator guna bersinergi dalam mengembangkan wisata yang ada di Desa Cipasung.

Ngalaksa Baliung
Ngalaksa merupakan tradisi ritual di Desa Cipasung, dimana di dalamnya menghadirkan proses pembuatan makanan dari bahan tepung beras yang diolah secara tradisional pada bulan Muharram. Kata ngalaksa, terdapat pada teks naskah kuno ‘Swawarcinta’ yang berbunyi “na kancra dilaksa-laksa“. Kalimat tersebut berkaitan dengan teknik memasak sunda kuno yang sejauh ini belum dapat dipastikan bagaimana praktiknya. Namun dari cara tradisi ngalaksa di Cipasung, dapat diperkirakan bahwa “dilaksa-laksa” merupakan proses pembuatan bahan makanan dari tepung beras yang diseupan (dikukus) lantas digenjet sampai merecet. Hasilnya dibungkus dalam jumlah yang banyak untuk dibagikan kepada masyarakat.Acara adat Ngalaksa berlangsung dan dipusatkan di pinggir Situ Cikencong Desa Cipasung Kecamatan Lemahsugih Kabupaten Majalengka. Syukuran ini bertujuan sebagai salah satu penghormatan terhadap leluhur Desa Cipasung. Adanya tradisi ngalaksa yang sarat dengan kekunoan tersebut tidak dapat dilepaskan dari latar belakang sejarah di Cipasung, yaitu dengan keberadaan Situs Gunung Ageung yang banyak menyimpan peninggalan arkeologis berupa tradisi megalitik yang berwatak Hindu-Buddha di dalamnya.Puncak tradisi Ngalaksa dalam Buku Taun di Cipasung menampilkan prosesi pembuatan baliung yang unik dan melibatkan banyak orang. Salah satu alat yang digunakan dalam prosesi ngalaksa yaitu cacadan. Alat ini terbuat dari kayu dan berbentuk belincong yang di bagian tengahnya terdapat lubang selongsong berdiameter 12 cm dan tembus ke bawah cacadan. Cacadan berfungsi untuk memeras adonan tepung beras sampai merecet keluar. Bagian pangkal lobang tersebut dililit kuat dengan rotan. Alat untuk menekan tepung beras yang matang dalam cacadan tersebut sejenis alu yang panjangnya sekitar 35 cm. Alu tersebut nantinya digencet oleh batang pohon yang diatur melintang dan panjangnya lebih dari 5 meter. Salah satu ujung batang pohon tersebut dikaitkan di tanah. Sedangkan, ujung lainnya digunakan sebagai pengungkit untuk ditekan ke bawah beramai-ramai oleh kaum lelaki.Pada gencetan pertama, adonan baliung yang merecet tersebut berbentuk seperti lembaran mie akan dipotong oleh seorang gadis perawan. Proses menggencet adonan baliung terus dilakukan berulang-ulang dengan kegembiraan, sampai adonan tersebut habis. Setiap adonan yang telah digencet kemudian dibungkus oleh daun congkok dan dibagikan kepada masyarakat yang sudah berkumpul menunggu jatah baliung. Baliung memiliki aroma menyengat yang khas. Kata yang umum untuk menyebut aroma tersebut sesungguhnya adalah bau. Bau yang mendekati busuk. Namun uniknya warga Cipasung tidak berani mengatakan bau busuk, namun bau tersebut harus disebut wangi. Rupanya ada kepercayaan tentang aroma baliung yang tidak lazim itu, bahwa barang siapa yang mengolok-olok aroma tersebut, maka akan katulah menjadi penikmat baliung.

Malam 1 Suro
Malam 1 Suro merupakan perayaan yang sangat penting dalam budaya Indonesia. Diperingati setiap tanggal 1 Suro dalam penanggalan Jawa, malam ini dianggap sebagai awal tahun baru dalam kalender Jawa. Tahun ini merupakan tahun 1956 nanti malam malam 1 sura pertanda malam pergantian tahun ke tahun 1957. Malam 1 Suro adalah perayaan yang dianggap sakral dan memiliki makna khusus bagi masyarakat Indonesia, terutama yang menganut kepercayaan dan budaya Jawa.Perayaan ini tidak hanya sekadar merayakan pergantian tahun, tetapi juga memiliki aspek spiritual yang dalam. Asal usul perayaan Malam 1 Suro berkaitan erat dengan budaya Jawa dan pengaruh Hindu-Buddha yang pernah mendominasi Indonesia pada masa lampau. Dalam kalender Jawa, 1 Suro dipercaya sebagai hari pertama dalam bulan Muharram, bulan pertama dalam tahun baru Jawa. Tradisi ini telah ada sejak berabad-abad lalu dan terus dilestarikan hingga saat ini. Tradisi Malam 1 Suro: Malam 1 Suro diisi dengan berbagai tradisi yang dilakukan oleh masyarakat Indonesia. Salah satu tradisi yang dilakukan di Desa Cipasung, Kec. Lemahsugih, Kabupaten Majalengka adalah pawai berkeliling Desa. Mulai dari anak-anak, remaja sampai dewasa pun turut memeriahkan tradisi ini. Pawai dilaksanakan saat malam hari mulai dari madrasah dan berakhir di Balai Desa Cipasung.